Rabu, 17 Agustus 2016

Penjajah Kekinian

71 tahun yang lalu tanggal 17 Agustus 1945, rakyat  Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya setelah dijajah 350 tahun lamanya. Berabad-abad silam Indonesia dididik dan dilatih untuk bermental pejuang.   

Hiasan berwarna merah putih menjadi penghias di setiap pelosok tanah air. Aneka dekorasi nampak saling berlomba menampakkan keindahan tersendiri, dari  pelosok desa hingga kota besarpun sama. Di setiap gedung instansi pemerintah, konglomerat tingkat atas, maupun rakyat jelata. Berbagai lomba khas 17 Agustus, seperti  panjat pinang, makan kerupuk, tarik tambang, balap karung, dan lain-lain menambah perayaan hari  kemerdekaan semakin semarak.Toko-toko online pun turut merayakannya dengan berbagai diskon yang cukup fantastis dan menggoda. Begitupun statsiun televisi menyuguhkan sajian istimewanya dengan berbagai acara yang tak kalah keren.

Bangsa ini memang telah merdeka, namun tanpa sadar kita sendiri muncul sebagai penjajah. Merebut hak-hak oranglain atas nama kebebasan mutlak tanpa ada aturan yang membingkainya.Inikah yang bernama penjajah kekinian?

Contoh perilaku penjajahan kekinian

1.      Inginkan lingkungan rumah bersih diam-diam membuang sampah seembarangan ke kebun milik orang lain, parit, sungai. Hingga pemilik kebun memasang memasang peringatan “DILARANG BUANG SAMPAH DI SINI”. Ternyata esok harinya sampah kian menggunung.

2.      Senang membully untuk kesenangan. Fenomena membuli secara fisik dan verbal dalam tayangan komedi di televisi dengan kata-kata kotor, mengejek, menghina bentuk fisik sesorang, keluarganya, sampai kekerasan fisikpun dianggap lumrah untuk memancing tawa. Akhirnya aksi bully membully menjadi trend yang dianggap keren di masyarakat. Ini sungguh berbahaya karena tindakan bullying baik secara fisik maupun verbal dapat membentuk perilaku anti sosial, dendam, depresi, bahkan membuat korban bully kehilangan nyawanya.

3.      Tidak mau antri. Serobot menyerobot adalah bukan perkara langka di Indonesia. Terlebih ketika kemacetan menyapa, menggunakan lajur dengan melawan aruspun dilakukan karena jalur sebelahnya kosong. Memakai jalur buswaypun dilakukan, mungkin pengendara lupa sedang membawa kendaraan pribadi. Budaya antri memang mahal di Indonesia, tetapi sesibuk apapun cobalah mengantri karena orang lainpun memiliki kepentingan yang serupa bahkan mungkin lebuh penting.

4.      Gaul salah kaprah. Bahasa yang kasar, vulgar, dianggap keren namun mengikis kesantunan para pelajar. Nongkrong, clubbing, mengkonsumsi narkoba, bahkan pornografi dan porno aksi bukan lagi hal yang tabu dilakukan oleh pelajar. Remaja yang menjadi harapan masa depan, justru meracuni dirinya sendiri dengan hal-hal yang dapat merusak dirinya maupun bangsanya di masa depan. Sayangnya perilaku ini sangat mudah menyebar dan menular dan butuh penanganan serius. Karena dapat membentuk kepribadian yang miskin perjuangan. Ingin hidup nyaman, banyak uang tanpa mau bekerja keras.

5.      Miskin empati. Sikap individualis di era digital kian marak. Melihat orang kecelakaan justru dijadikan spot yang asik untuk selfie. Lalu di uploadlah dijejaring sosial. Bahkan upacara pemakamanpun tak terasa sakralnya karena keluarga duka malah asik berfoto ria. Ikhlas memang harus tapi gak segitunya juga kan!?

6.  Mental pembangkang. Merasa diri paling benar, paling tahu, paling pintar, paling high class, sehingga meremehkan siapapun yang ada dihadapannya. Tak peduli orangtuanya sendiri sekalipun. Petuah dan nasehatpun dianggap sebagai penghalang kebebasan berekspresi dan sangat menjengkelkan.

7.  Lebih banyak berbicara daripada mendengar. Malas mendengar orang lain dapat membuat diri menjadi kerdil. Lebih banyak mencari kesalahan oranglain daripada mencari solusi pun adalah salah besar dan akan memupuk sikap sombong.

Masih banyak perilaku yang dianggap lumrah dan gaul tetapi menjerumuskan menjadi penjajah di negeri sendiri. Perjuangan masih belum usai. Yakni berjuang melawan nafsu jahat dalam diri yang akan membuat diri menjadi penjajah kekininian serta mengabaikan hak-hak sesama manusia.

Jangan biarkan perjuangan para pahlawan menjadi sia-sia. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri. Jadilah pahlawan di masa depan yang gemilang.

1 komentar: